(Sebuah catatan tentang perjalanan Siti Hajar Maharani di Desa Pammusureng, Bontocani, Bone)

Siti Hajar Maharani Niode adalah anak kedua dari Ketua Yayasan Hadji Kalla, Fatimah Kalla. Gadis cantik yang disapa Rani ini, baru saja menyelesaikan pendidikan strata 1 di Fakultas Ekonomi UI Tahun 2017.  Bersama salah seorang kawannya, Rani menyampaikan keinginannya untuk menghabiskan waktunya selama lima hari (dari tanggal 21 sampai dengan 25 Juli 2017) di salah satu desa dampingan Community Care and Development Yayasan Hadji Kalla.

Melalui diskusi dengan koordinator program, Rani memperoleh informasi dan gambaran tentang desa-desa dampingan; mulai dari letaknya secara geografis, topografi desa, karakter masyarakat dan iklimnya. Rani dan kawannya kemudian sepakat memilih desa Pammusureng di Kecamatan Bontocani Bone sebagai destinasi kunjungannya. Salah satu alasan pemilihan desa di atas adalah karena udaranya yang tergolong sangat dingin karena berada di ketinggian di atas 1200 dpl.

Maharani menghabiskan waktu selama 5 hari di desa dengan akses internet maupun jaringan telepon yang terbatas. Kondisi jalan yang sebagian besarnya rusak tidak menyurutkan semangatnya untuk mengunjungi sudut-sudut desa yang beberapa dusunnya hanya dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua.

Bersama tiga orang sarjana pendamping program Desa Bangkit Sejahtera: Ruslan, Sapriadi dan Ulfa, Rani dan kawannya (Dhani), berinteraksi dengan warga, mulai dari anak-anak, dewasa hingga orang tua. Mereka tinggal di rumah salah seorang warga yang sejak dua tahun terakhir dijadikan sebagai posko sarjana pendamping.

Sejak hari pertama hingga hari terakhir, baik Rani maupun Dhani langsung disibukkan dengan berbagi aktivitas; mulai dari kunjungan ke rumah Kepala Desa, berinteraksi dengan siswa TK, mengunjungi sawah dan kebun sayuran organik percontohan DBS, mengajar sekaligus memberikan motivasi bagi siswa SD, senam sehat bersama remaja, silaturrahmi dengan remaja mesjid, memberikan bimbingan belajar Bahasa Inggris di Taman Baca DBS, belajar membuat pupuk dan pestisida organik cair bersama kelompok tani hingga ikut kegiatan “Massangki” (potong padi) bersama warga.

Menurutnya, hal yang paling berkesan selama di desa adalah ketika ikut panen padi bersama petani. Rani sangat menikmati bangun pagi-pagi membantu Puang Esse’,( ibu pemilik rumah) untuk menyiapkan bekal dan peralatan sebelum turun ke sawah. Di sawah, Rani begitu antusias dan gembira. Tidak henti ia menebar tawa dan senyumnya kepada siapapun yang datang menyapanya. Bahkan ia tidak ragu memanggul sendiri hasil “massangki-nya” dan membawanya ke tempat “dross” alat perontok biji. Kegiatan panen padi diakhiri dengan makan bersama di tengah sawah beralaskan jerami.

“Kegiatan yang paling saya suka selama di desa adalah panen padi. Rasa kekeluargaan antar warga masih terjaga dengan baik. Hubungan kekerabatan yang erat membuat petani saling membantu tanpa diminta ketika ada di antara mereka yang akan potong padi. Saya sangat terkesan dengan suasana itu dan tidak akan mungkin saya temukan di kota”. Tutur gadis yang lahir Tahun 1993 ini.

“Selama berada di desa ini, saya memang sulit dapat jaringan telepon maupun internet. Tetapi, hal positifnya adalah, saya jadi banyak berinteraksi; ngobrol dan jalan kaki bertemu dengan warga terutama anak-anak harus terganggu dengan gadget.” Ucap Maharani mengakhiri kunjungannya dan kembali ke kota Makassar.