yayasanhadjikalla.or.id; Jakarta – Yayasan Hadji Kalla mengikuti “Big Ideas Seminar Disaster-Prone & Tech Savvy – Technology and Humanitarian Action di Australian Embassy, Jakarta pada 30 Januari 2020 lalu. Diwakili langsung oleh Manager Kemanusiaan dan Lingkungan, Abdul Hakim.

Seminar ini merupakan bentuk komitmen antara Australia dan Indonesia untuk senantiasa bekerjasama dalam pencegahan dan penanganan berbagai bencana. Seminar tersebut diharapkan akan bisa melahirkan ide-ide baru pengembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh masyarakat maupun pemerintah dalam mengurangi dampak negatif dari kejadian bencana.

Acara tersebut dibuka langsung oleh Deputy Duta Besar Australia untuk Indonesia, Allaster Cox yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa dengan adanya seminar tersebut diharapkan akan ada ide dan gagasan kreatif dalam kita penanganan bencana dengan memanfaatkan teknologi. Selain itu, acara tersebut juga diikuti oleh berbagai organisasi NGO dari seluruh Indonesia dan menghadirkan pembicara-pembicara yang kompeten di bidangnya, antara lain: Agus Wibowo (Kepala bidang Data, Informasi dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Nashin Mahtani (Direktur PetaBencana.id)
dan Ester Margaretha (Project Manager Lembaga Inovasi Saraswaty).

Menurut Agus Wibowo, Pemerintah mendorong penggunaan teknologi dalam penanganan bencana. “Hal tersebut sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; men-streaming penggunaan teknologi telah menjadi kerangka umum kerja BNPB. Teknologi digunakan/dimanfaatkan untuk menginformasikan berbagai hal mengenai hal yang harus diperhatikan sebelum, di saat kejadian dan pasca bencana. Contoh, ketika terjadi banjir di Jakarta pada 1 Januari 2020, big data mengenai lokasi banjir, jumlah rumah dan warga terdampak, level air dan lain-lain dapat terdeteksi melalui pergerakan/aktivitas penggunaan mobile phone (android). Para korban banjir mengambil foto/gambar di lokasi masing-masing dan mengirimkannya kepada BPBD Jakarta”. Jelasnya.

BNPB juga telah membuat teknologi Early Warning di banyak tempat di Indonesia di samping call center yang berjumlah 12 line di seluruh indonesia untuk melayani pertanyaan warga seputar bencana.

Sementara itu, Ester Margaretha (Project Manager Lembaga Inovasi Saraswaty), menjelaskan bahwa salah satu isu yang belum terurai dengan cukup baik di Indonesia adalah data. “Belum ada metode pengelolaan data-data kebencanaan yang tepat dan dapat diakses oleh seluruh elemen masyarakat, terutama NGO, CSO, pemerintah maupun lembaga sosial internasional lainnya’. Papar Ester.

Ester mengambil contoh bencana di Palu; data-data yang dikelola oleh masing- masing lembaga biasanya hanya berasal dari salah satu sumber saja (hasil survey internal lembaga tersebut). Data-data yang dijadikan rujukan untuk mengambil tindakan kebanyakan merupakan data hasil survey dan sampling lingkungan tertentu saja, tidak mewakili wilayah yang lebih luas dan kompleks. “Contoh, data- data korban di palu hanya seputar jumlah KK, jumlah rumah terdampak, jumlah sekolah secara umum. Tidak ada data yang lebih spesifik; misalnya berapa jumlah orang cacat, lansia, anak-anak, perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan yang menjadi korban. Pada hal, data-data spesifik tersebut penting diadakan agar nantinya menjadi rujukan utama bagi NGO, CSO dan pemerintah sebelum memutuskan akan melakukan intervensi apa atau memberikan bantuan”. Lanjutnya.

Oleh karena itu, lembaga Saraswati menawarkan ide untuk membuat sebuah platform koordinasi antar lembaga; baik pemerintah, NGO, CSO maupun lembaga lainnya yang berisi informasi mengenai: data-data spesifik korban, jenis bantuan yang dibutuhkan dan yang telah terdistribusi, peta/wilayah bencana dan kondisi geografis maupun sosialnya. Dengan adanya platform koordinasi ini, para donatur maupun lembaga-lembaga sosial lainnya mendapatkan informasi yang akurat mengenai kondisi terkini bencana, sehingga tidak ada yang overlap maupun pemberian bantuan yang tidak sesuai dengan kebutuhan korban.

Abdul Hakim, sebagai perwakilan dari Yayasan Hadji Kalla berpendapat bahwa ide dan gagasan soal mitigasi bencana memanfaatkan teknologi adalah hal penting yang bisa menjadi rujukan untuk setiap lembaga sosial dalam mempersiapkan diri menanggulangi bencana yang bisa terjadi kapan saja.

Ia melanjutkan bahwa ada dua hal yang bisa di follow up sebagai hasil dari keikutsertaan dalam seminar tersebut yakni; pertama adalah dengan merencanakan mengundang tim PetaBencana.id datang ke Makassar untuk berdiskusi. Yayasan Hadji Kalla dapat memfasilitasi pertemuan dengan BPBD Sulsel, Makassar, lembaga- lembaga CSR, CSO dan NGO membahas pemanfataan teknologi informasi dan komunikasi PetaBencana.id yang dapat digunakan di wilayah Sulawesi selatan. Kedua, di mana Yayasan Hadji Kalla bisa mencoba untuk membuat platform informasi/koordinasi antar lembaga sosial, NGO, CSO dan pemerintah di Sulawesi Selatan yang isinya antara lain; setiap lembaga yang menggunakan platform tersebut dapat melakukan update data maupun informasi terkini mengenai kejadian bencana dan jenis bantuan yang dibutuhkan dan donasi yang telah diterima oleh warga.

Hakim berharap kedepannya akan semakin banyak inovasi dalam hal mitigasi bencana sehingga kita bisa semakin siap dalam menghadapi bencana di masa yang akan datang.

(Boer)